Wednesday, November 26, 2008

Kuliah di Sini...


Pertanyaan yang paling sering kuterima saat chatting atau saat ber "wall-to-wall" di Facebook adalah, "gimana kuliah di sana, enak ngga?"
Ini bikin aku merasa wajib menjawabnya juga di blog-ku. :)

Saat ini aku sedang belajar di State University of New York, atau Universitas Negeri New York di Albany. State University of New York yang disingkat sebagai SUNY (dibaca sebagai "SU-NI") ini adalah sistem pendidikan tinggi di negara bagian New York, yang menurut Wikipedia merupakan sistem pendidikan komprehensif terbesar di dunia, dengan hampir sejuta mahasiswa yang belajar di berbagai lokasi kampus SUNY yang tersebar di beberapa kota di negara bagian NY. Jumlah total jurusan dan program studi yang ditawarkan oleh SUNY mencapai lebih dari 6500 program studi.

Ada 4 kampus utama dalam sistem SUNY: SUNY-Albany, SUNY-Buffalo, SUNY Binghamton dan SUNY-Stony Brook. SUNY Albany, kampusku, didirikan tahun 1844 dan menjadi universitas tertua dalam sistem SUNY. SUNY Buffalo, si tertua kedua didirikan tahun 1940-an! Karena "faktor umur", dan karena Albany adalah ibukota negara bagian New York itulah maka SUNY Albany menjadi pusat dari semua SUNY.

Setelah sempat dikenal sebagai "Party Campus" alias kampus hura-hura di era '90-an gara-gara tradisi Fountain Day*-nya (video Fountain Day ada di bawah tulisan ini), dalam sepuluh tahun terakhir ini kampusku akhirnya berhasil masuk dalam jajaran 20 besar universitas riset terbaik di Amerika Serikat. Department Nano Science-nya malah merupakan Department Nano Science terbaik di AS, dan dikembangkan menjadi pusat penelitian Nano Science nasional.

Karena merupakan universitas negeri, SUNY relatif cukup murah kalau dibandingkan dengan universitas lain, karena masih disubsidi oleh pemerintah negara bagian. Biaya kuliah untuk program sarjana sekitar $ 3,000 - 4.000, sedangkan untuk program pasca sarjana sekitar $ 5,000 - $6,000 per semester. Ini belum termasuk biaya beli buku. Semester ini aku menghabiskan sekitar $ 450 untuk beli buku-buku wajib... mengerikan ya? Nggak kebayang deh kalau aku harus sekolah di sini tanpa beasiswa.

Enaknya sekolah di SUNY adalah banyaknya fasilitas yang membuat hidup mahasiswa jadi lebih mudah. Bagian yang paling aku sukai dari kampusku adalah perpustakaannya. Ada tiga perpustakaan besar di luar perpustakaan masing-masing fakultas, dengan koleksi buku, micro film sampai DVD yang bikin aku merasa seperti anak kecil yang diajak ke toko permen. Koleksinya banyak dan komplet, mulai dari buku Broken Music-nya Sting sampai laporan pertumbuhan ekonomi tahunannya Jepang ada di sana. Lebih asyik lagi, sebagai mahasiswa pasca sarjana, aku bisa pinjam total 100 buku dalam satu semester, dengan jangka waktu peminjaman 90 hari. Huiii... kalau lagi mood, aku selalu pulang dari perpustakaan dengan tas penuh buku, sampai jalanku hoyong... hehehe... (*pesan moralnya, terlalu berlebihan memang selalu ngga baik* :-D)

Perpustakaan utama, atau main library di SUNY Albany juga memiliki pusat media interaktif atau interactive media center (IMC), di mana kita bisa pakai komputer-komputer dengan software desain grafis dan software editing audio visual gratis, pinjam alat-alat multimedia, mulai dari kamera digital sampai camcorder gratis, dan ngeprint warna dengan resolusi yang bagus dalam ukuran sampai A0... tapi yang ini ngga gratis. :p IMC ini memberikan kursus dan workshop gratis buat mahasiswa dan staf universitas yan berminat untuk belajar fotografi digital, desain grafis, editing video, dan web design. Saat ngga bertabrakan dengan jadwal kuliah aku selalu berusaha ikut kursus-kursus itu.

Kartu mahasiswa SUNY memiliki beragam fungsi. Dengan kartu ini aku bisa naik bis No. 10, 11 dan 12 gratis (tiga rute bis ini melewati kampus SUNY). Selain itu kartu ini berfungsi sebagai kartu perpustakaan, dan bila kita isi kreditnya, kartu ini bisa kita pakai buat beli makanan dan minuman di vending machine. Sebagai mahasiswa pasca sarjana aku juga bisa ngeprint dan fotokopi gratis di kantor Graduate Student Organization (GSO), maksimal 100 halaman per minggu. Di kantor GSO ini juga ada snack dan minuman gratis. Ada kopi, teh, air putih dan (kadang-kadang banget), coke. Yuhuu.. yang gretong-gretong memang enak... :p

Tiap hari Kamis di kampusku ada tradisi "Danes After Dark", acara seru-seruannya anak-anak undergraduate, mulai dari pemutaran film gratis, game gratis di campus center, sampai lomba nyanyi Danes Idol. Film yang diputar lumayan bagus, di teater yang muat sampai 150 orang penonton. Selain itu ada banyak lagi klub-klub kegiatan mahasiswa, mulai dari Asosiasi Mahasiswa Muslim, Kelompok Creative Writing, sampai... Klub Tari Perut! (dan aku ikut tiga-tiganya... :p)
Ok, itu bagian asiknya.

Sekarang, bicara serius nih, soal kuliah. Semester ini aku mengambil 12 kredit yang terbagi dalam 4 kelas. Aku belajar di jurusan komunikasi politik, di mana aku juga bisa mengambil mata kuliah pilihan dari jurusan komunikasi antar budaya dan komunikasi organisasi. Aku juga bisa mengambil mata kuliah dari department lain, selama masih berhubungan dengan fokus studiku. Rencananya sih untuk semester depan aku akan ambil kelas di department psikologi, karena aku suka banget belajar tentang "Message Design and Social Influence" (kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia jadi terdengar aneh: Rancangan Pesan dan Pengaruh Sosial...?), di mana aku belajar "memainkan" pikiran, perasaan, dan kepercayaan orang, untuk mencapai tujuan tindakan persuasi. Uuuhhh.. seru...

Di semester ini aku belajar dasar-dasar komunikasi politik, persuasi, audit komunikasi dan metodologi penelitian. Aku kuliah setiap hari dari Senin sampai Kamis, jam 5.45 sore sampai jam 8.35 malam. Metode pengajaran di sini sangat berbeda dengan saat aku kuliah S1 di Indonesia dulu. Proses belajar-mengajarnya sangat interaktif, di mana untuk setiap mata kuliah kita selalu dapat tugas untuk membaca makalah ilmiah atau buku, yang nantinya akan kita diskusikan di kelas. Dalam seminggu total paling ngga ada sekitar 400-500 halaman yang harus kita baca, lalu kita rangkum atau kita analisa, dan kita diskusikan di kelas.

Meski score TOEFLku di atas 600, ternyata masih ngga mudah untuk bisa aktif dalam diskusi kelas, karena beberapa alasan: pertama, aku memandang dunia dengan "mata" yang berbeda bila dibandingkan dengan teman-teman sekelasku. Kedua, pengalaman hidupku, yang berhubungan dengan sistem demokrasi misalnya, sangat berbeda dengan pengalaman hidup teman-teman Amerikaku. Ditambah lagi kenyataan bahwa aku mengkonsumsi produk budaya yang berbeda dengan mereka - di mana di Indonesia aku sangat familiar dengan "Republik BBM" atau "Democrazy"-nya Metro TV, dan teman-temanku sangat familiar dengan Saturday Night Live, misalnya, sudah membuatku agak kewalahan, misalnya, untuk terlibat dalam pembicaraan yang menyentuh topik pengetahuan politik. Ketiga, mereka bicara dalam bahasa Inggris yang kaya ekspresi - beda dengan gaya bicaraku, yang terlahir dari pemahaman tentang grammar, namun belum cukup kaya dengan ekspresi yang sama, mengingat selama ini aku berpikir dalam kerangka budaya yang berbeda. Keempat, pengetahuanku tentang politik masih belum cukup kalau dibandingkan dengan teman-teman sekelasku yang rata-rata lulusan dari jurusan Ilmu Politik.... lha wong aku ini lulusan jurusan linguistik je... :)

Meski begitu, aku suka metode belajar-mengajar di sini. Aku merasa, pemahamanku tentang berbagai masalah menjadi lebih kuat, aku bisa melihat hubungan-hubungan teori dengan masalah yang ada, dan aku bisa memahami apa yang kulakukan selama ini dalam delapan tahun karirku di bidang komunikasi dengan kedalaman pikir yang membantuku melihat apa yang membuat aku gagal dan berhasil...

Aku juga suka gaya santai a la Amerika, dimana kita bisa berdandan seperti apapun yang kita mau, makan di kelas, tapi juga sangat konsisten menjaga kualitas diskusi dan hasil kerja akademik yang kita tampilkan. Di sini aku belajar bahwa apa yang ada dalam kepala kita lebih penting daripada apa yang melekat dan tampil di badan kita.

Meski begitu, di awal-awal semester aku sempat cukup stress. Rasanya aku seperti "bunuh diri", nekat banget masuk ke jurusan yang sangat jauh menyimpang dari pengalaman akademikku selama ini. Tapi gimana lagi, aku percaya bahwa aku ada dan dimasukkan di sini karena Tuhan, dan dosen waliku yakin bahwa ini penting buatku, dan bahwa aku bisa mengatasinya. :) Ini "point of no return", titik di mana aku ngga bisa berbalik lagi. PIlihan satu-satunya adalah jalan terus dan belajar sambil jalan ke depan. Yang bisa kulakukan adalah bertahan, dan berusaha sebaik-baiknya. Toh, selama ini pekerjaanku banyak berhubungan dengan dunia politik, dan mimpi terpendamku adalah belajar di FISIP.. hehehe...

Nilai-nilai untuk tugas dasar-dasar komunikasi politikku sempat sangat fluktuatif, melonjak-lonjak kaya harga saham di musim krisis ini, dari 8, lalu 7, lalu 8, lalu 10, lalu 9, 9, 9, 9, dan ketika buku yang harus kubaca terasa njlimet, nilaiku anjlok lagi jadi 7 :D, tapi alhamdulillah kok, kalau dirata-rata, aku hampir mencapai skor 9, alias A- atau mungkin B+. Untuk kelas Message Design, aku bisa bertahan di A-, dan untuk audit komunikasi, dalam semester ini kami melakukan audit beneran di Department of Motor Vehicle atau DMV, dan minggu depan kami akan memaparkan hasil audit itu di depan para managernya. Seru! :)

Banyak sesama teman Fulbrighters (Fulbrighters = para penerima beasiswa Fulbright) yang merasa memiliki kewajiban untuk mendapat nilai A dalam semua mata kuliah. Semua aku juga begitu, tapi aku sadar diri, bahwa di semester pertama ini, dengan segala beban adaptasi, aku ngga boleh mematok target yang bisa bikin aku semakin depresi. Insya Allah, semester depan, baru deh, aku pasang target yang lebih tinggi.

Kuliah di luar negeri ngga seindah yang dibayangkan loh... Aku benar-benar merasakan kerja keras untuk jadi mahasiswa yang baik di sini. Hari-hari terlewat sangat cepat, saat aku harus bergadang malam-malam buat menulis response papers, bangun pagi-pagi lagi, berusaha menyelesaikan bacaan, lalu kerja kelompok.... Untung selama ini aku suka menulis dan membaca, jadi aku ngga merasa kewalahan buat melakukan ini. Jadi teman-teman blogger, ternyata kebiasaan nge-blog itu sangat membatu kita saat harus kuliah di Amerika! :D

Karena beratnya beban kuliah, kebanyakan teman sekelasku cuma ambil dua atau tiga kelas dalam seminggu. Kuliah di luar negeri juga ngga serta merta bikin kita jadi manusia super pintar yang bisa menjadi apapun yang kita inginkan. Tanpa kemauan atau kemampuan buat menyesuaikan dengan "dunia nyata" di luar dunia akademik, hasil kuliahku ngga akan bermanfaat. Apa yang diajarkan di kampus bukanlah apa yang menentukan "akan jadi apa" kita nanti, tapi "belajar di perguruan tinggi adalah jalan buat mendewasakan pikiran. Yang paling penting bukanlah pelajaran apa yang kita pelajari, tapi bagaimana kita membangun kemampuan berpikir, logika, dan mendalami apapun yang menjadi minat kita dengan "mata" yang lebih tajam." Menurutku sih manfaat terbesar kuliah di luar negeri adalah kesempatan untuk hidup dalam budaya yang berbeda, yang akan membantuku membangun perspektif yang lebih luas tentang berbagai masalah yang mungkin akan kuhadapi saat aku kembali bekerja lagi nanti.

Ngga terasa, dua minggu lagi semester ini akan berakhir. Aku masih punya empat PR yang harus dikumpulkan, dan satu ujian akhir. Jalan masih panjang, dan masih banyak yang ingin aku pelajari di sini. 2010 nanti, saat aku lulus, aku ingin menengok ke belakang dan berkata: "aku belajar banyak hal bermanfaat di sini...."

piknik akhir pekan di rumah dosen waliku

*FOUNTAIN DAY
Ini adalah tradisi tahunan SUNY Albany untuk menyambut datangnya musim semi. Di kampusku ada dua air mancur besar, yang dinyalakan mulai bulan april hingga akhir musim gugur di bulan Oktober. Air mancur terbesar ada di tengah-tengah kompleks kampus. Saat musim semi tiba air mancur ini mulai dihidupkan, mahasiswa berpesata, dan beginilah suasananya...







5 comments:

Anonymous said...

gutlak mbak :D

Anonymous said...

waaaaahhhh jadi pengen jalan jalan ke sonooooo :D

Anonymous said...

Semoga aku bs mendapatkan kesempatan yang sama, merasakan susahnya belajar di negri orang :D Ga cuman ngomel susah kerja dinegeri sendiri ... hahahhaha *apa siiiiih ... ga nyambung :D*

Unknown said...

Emang seru nich ceritanya Mbak. Moga di Indonesia pendidikannya bisa seperti di sana. Jadi tidak perlu susah2 Mahasiswa kita belajar ke luar negeri.

Btw, tulisannya Mbak emg bagus2. Siiip Dech. Keep Blogging

Anonymous said...

semangat mbak asri